Kisah Sang Penolongku dari Pria Jahat di Bus, Cerpen

Rembulan tertutup hitam awan yang membawa rintik hujan. Udara dingin, Angin yang kencang, Jalanan yang basah, rintik hujan belum juga berhenti, walau sudah menemani seharian kota itu. Aku terpojok disudut terminal, bersama kawan-kawan ku.

Berkumpul dan bernyanyi bersama dikesunyian malam. Suasa terminal saat itu sangat sepi, hanya beberapa orang seperti tukang ojek, kuli panggul, ataupun penjaga loket Bus. Aku memperhatikan langit yang tetap hitam dengan kilatan petir yang menakutkan. Tak lama kemudian, Sebuah bus memasuki terminal, teman-temanku mulai berhenti bernyanyi, mereka tertuju pada bus itu.

Kisah Sang Penolongku dari Pria Jahat di Bus, Cerpen
Kami selalu melakukan ini. Bahkan beginilah pekerjaan kami. Meminta dengan paksa pada beberapa penumpang Bus yang kami anggap banyak uang. Kami memperhatikan dengan sangat teliti sambil bersiap-siap. Satu persatu penumpang mulai turun dari bus.

“Darggghhh, ”Tapi tiba-tiba suara petir disertai cahaya kilat terdengar menggelegar dilangit membuat kami ketakutan. Namun kami kembali mengamati lagi penumpang bus yang turun. Hingga akhirnya... Seorang wanita berhijab mulai menuruni tangga bus.

Seorang Teman ku langsung menghampirinya, diikuti 2 kawanku. Aku Berlari mengejar mereka.
“Neng, sendirian aja? mau ditemenin?”goda Aldi dengan nada yang tak sopan.
“Maaf, Terima kasih. Saya sudah ditunggu. Wasalamualaikum”.

Baru saja wanita itu mau melangkahkan kakinya. Pras menarik tangannya, dan membuat wanita itu berteriak. Aku yang baru datang, segera menghampiri dan coba melihat wajahnya.wanita itu merontah dan berteriak minta tolong, membuat ku tak jelas menatap wajahnya.

Aku  mencoba melangkahkan kaki lebih dekat padanya. Dia kembali merontah dan tanpa sengaja kali ini ia langsung bertatapan mata denganku. Seketika Tubuhku membatu, sel-sel darahku menari, hatiku membunga, ada getar yang berbeda di dalam detak jantungku. Sesuatu yang lebih indah dari alkohol yang memabukkan, jauh lebih hangat dari sinar mentari pagi. Suatu perasaan yang menyejukkan dari bait-bait puisi cinta Khalil Gibran.

Entah apa yang kurasa kali ini. Ini jauh lebih berbeda saat aku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Lagu “Take My Hand Tonight” milik Simple Plan berputar diotakku, merefleksikan senyuman diwajahku saat kembali menatap wajahnya.

“Siapapun kau, ku mohon tolonglah aku”Teriaknya jelas kepadaku. Aku hanya terdiam, sementara kawan-kawanku mulai memeriksa Tas dan bawaannya. Ada gejolak dalam alam batinku, Suatu teriakkan dari naluri terdalam, yang selama ini mati, Sebuah suara yang menggerakan langkahku untuk menolongnya. Ada suatu kesedihan yang kurasakan saat melihatnya menangis. Aku menatap wajahnya lagi. Kini wajahnya sudah lembab dengan air mata yang mengalir.

Jilbabnya sudah berantakkan, namun tetap melekat erat dikepalanya. Aku menatap jauh dikedalaman matanya. Coba menerobos bola matanya, mencari tau sesuatu didalamnya. Aku melihat sinar terang yang menerangi kegelapanku, menyilaukan mataku. Maka dengan cepat aku menarik tangan Aldi yang mulai bertindak “bejat”.

“Cukup, Bro. Jangan dia”.Teriak ku pada kawan-kawanku.

Wanita itu, menatapku yang masih tertunduk. Air matanya masih mengalir membasahi pipinya. Suaranya serak dan masih tersedu-sedu. Suasananya menjadi hening, suara hujan menjadi penanda hujan makin deras.

Kilatan petir seperti berkeliaran dilangit yang makin pekat. Ku bantu wanita itu merapikan tas, dan beberapa belajaannya.

“Ma, lo mau kemana? ada apa sama lo?” Teriak Pras saat melihatku mengendong tas dan membantu membawakan belajaan wanita itu.
“Gua mau membantu dia".
"Menjaga dia agar tetap aman. Gua mau mengantarnya pulang” jawabku dengan menarik tangan wanita itu dan pergi meninggalkan mereka keluar terminal.

Aku menarik menggenggam lengannya. Membimbingnya ketempat yang lebih aman.

Di bawah rintik hujan yang taburkan aroma kesedihan dan pilu untuk wanita itu. Hampir saja ia dipermainkan kawan-kawanku. Aku berhenti disebuah gubuk, tempat pangkalan tukang ojek yang sudah cukup jauh dari terminal.

Digubuk itu tak ada satu pun tukang ojek. Maka aku berinisiatif untuk beristirahat disana. Kuletakkan tas dan belanjaan wanita itu. Aku pun langsung duduk digubuk itu, karena aku merasa sangat lelah dan udara yang sangat dingin malam itu. Dengan ragu-ragu wanita itu duduk agak berjauhan dariku. Ia terlihat tampak pucat dan pasi. Bibirnya gemetaran, badannya meringkup.

Ia kedinginan dan lelah. Aku mengambil selimut yang ada digubuk itu, dan langsung menyelimuti tubuhnya yang kedinginan. Ia sempat kaget, namun ia mulai mengerti maksudku.
“Terima kasih sudah menolongku dan menyelamatkanku”. Kata wanita itu dengan tubuhnya yang terselimuti.
“hee.. iya. Kalo boleh tau, siapa namamu?” Jawabku dengan masih menahan udara dingin
“Aku Mawar, kamu siapa ?” tanyanya.
“Aku Rama”. Jawabku dengan tersenyum padanya.
“Tadi itu teman-teman mu ?” mawar kembali bertanya padaku.
“Iya, mereka teman ku. Aku bersama mereka selalu memalak dengan paksa para penumpang bus.

Kami melakukan ini semua karna kami lelah, tak ada satupun orang yang mau memberi kami pekerjaan, jadi kami terpaksa melakukan kriminalitas. Maafkanlah teman-temanku.”. Jawabku dengan menyenderkan tubuhku pada dinding gubuk.
“Mengapa kau menolongku dan meninggalkan teman-teman mu? aku adalah orang yang baru engkau kenal, sedangkan teman-temanmu sudah kau kenal sejak lama?”.

Pertanyaan Mawar membuatku tersentak. Dadaku sesak, kerongkonganku serak, aku memikirkan kata apa yang tepat untuk menjelaskan padanya. “Entahlah, tapi yang pasti aku merasakan ada sesuatu yang berbeda dari dalam diriku saat pertama kali menatap wajahmu.

Kau tampaknya wanita yang sholeha dan pintar. Saat aku melihat mu tersakiti aku juga merasa tersakiti.

"Hem.. entahlah. Intinya suatu perasaan yang membuatku melakukan semua ini untukmu".
“Yang kau maksud karena kau merasa telah jatuh cinta?” Tanya Mawar mencoba meyakinkan.
“Mungkin iya. Tapi... sudahlah tidur, dan lupakan semua ini. Kau tak pantas untuk lelaki sepertiku”. Jawabku dengan memalingkan pandanganku kelangit yang tetap hitam.

Engkau memandang lekat kedalam. Mencoba menerka kegelapan dalam jiwaku. Suasana  menjadi kembali hening, hanya gemericik tetes hujan dan suara kodok yang bernyanyi riang gembira diantara rumput-rumput liar.

“Bagaimana jika aku juga mencintaimu, apa itu juga sesuatu yang salah ? Aku melihat kau, berbeda dengan teman-teman mu.Aku telah melihat kebaikkanmu malam ini. Engkau juga tampan. Namun sedikit dekil dan kumel dengan pakaian itu. Hihiihi”. Kata Mawar yang tertawa karna mengejek pakaianku.

“Mungkinkah... aku dengan segala dosa-dosaku, Pantas mendamping kamu yang penuh dengan kebaikkan. Aku tau kehidupan kita bertolak belakang. Kau belum cukup jauh mengenalku”.
         
“Tuhan MahaPengampun, datang dan bertaubatlah kepada-Nya. Seluas apapun dosa mu, Ampunan Tuhan jauh lebih luas dari itu. Sebanyak apapun dosamu, Rahmat Tuhan lebih banyak dari itu.

Aku benar-benar mencintaimu. Aku mencintaimu juga Karena Allah. Aku tak peduli masa lalumu, aku tak peduli dosamu. Asalkan kau mau berubah dab bertaubat. Kita masih dapat membangun surga yang kita mau”.Nasehat Mawar benar-benar meyakinkan ku, betapa beruntungnya aku berjumpa dengannya.

“Kalau begitu, Tolong tanyakan pada Tuhan, pantaskah ? aku yang penuh dengan dosa ini, mendampingimu yang penuh dengan segala kesucian dan kemulian serta ketaqwaan ?”. Aku memandang wajahnya yang masih pucat.
         
“Bukan hanya kau, aku pun akan bertanya pada Tuhan, Apakah aku mampu mengembalikkanmu kejalan yang benar, sebelum nantinya engkau yang membimbingku menuju surga kebahagian miliki kita nanti”.

“Baiklah, ini sudah terlalu malam sebaiknya kau tidur. Aku akan menjaga disini. Aku berjanji akan menjaga kesucian dan kemulianmu”.Kataku yang memang sudah sangat lelah. Engkau menurutinya. Engkau Tertidur disudut gubuk.

Malam terus berlalu, hujan mulai reda, udara menjadi semakin dingin.  Tapi Mawar telah hangatkan aku dengan api cinta dan bara kasih sayang yang menyelimuti ku dengan kebahagian. Tetes hujan dan awan hitam telah menjadi saksi awal Cinta kita, membangun kebahagian dengan segala perbedaan,

Aku tersadar dari lamunanku, saat Mawar menarik tanganku. Ingatan 5 tahun yang lalu. Ingatan indah dan penuh pembelajaran dari Sang MahaEsa. Ku berhenti, menarik tangan Mawar, dan menunjuk keseberang jalan, kearah gubuk tempat pangkalan tukang ojek, “Ingatkah kau akan tempat itu”.
         
“Hemm,,, oh iya! Tempat kita berdua memulai perjalanan cinta yang penuh dengan cobaan ini, Kau yang kafir, penuh tatto dan tindikan diwajahmu membuat semua orang dikehidupanku mencaci kita. Tapi kita sudah buktikan pada mereka semua, kan?, bahwa kita sedang memulai takdir baru dengan berbagai kebahagian dan mulai membangun surga yang kita impikan diAkherat kelak.

Kita buktikan pada mereka, bahwa Cinta merupakan sesuatu yang luas, bukan hanya sebatas Kasih dan Sayang, tapi juga tentang bagaimana kita mengisi kehidupan dengan Cinta itu sendiri”. Aku merangkulmu, mengelus mesra kepalamu yang tertutup hijab.

“Sampai sekarang bagai mimpi bagiku, bisa mendampingimu dan menjadi Abi dari anak-anakmu, Umi. Teruslah jadi pendampingku. Menopang ku saat terjatuh, dan kembali tersesat.”.
         
Engkau Tersipu, Aku Tersenyum. Kita berjalan berdampingan. Engkau dengan hijab dan kesucianmu. Aku Dengan Tatto dan dosa-dosa ke-khilafanku. Kuharap Tuhan juga merestui cinta kita. Sebagaimana Tuhan merestui cinta Adam dan Hawa, Muhammad Dan Siti Khadijah. Maka bimbinglah aku yang buta jalan, ingatkan aku atas semua kesalahan, dan janganlah BOSAN untuk lakukan itu semua.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel